Rabu, 25 Mei 2011

Berbisnis itu juga ibadah


“Seburuk-buruk tempat adalah pasar, sebaik-baik tempat adalah masjid” (Hadits). Secara sekilas membaca hadis tersebut, kita seolah-olah masuk pada suatu dikotomi yang ekstrem di mana "pasar" sebagai simbol aktivitas kerja secara khusus, sedangkan "masjid" dimaknai sebagai wilayah beribadah atau belajar secara khusus pula. Apabila "kerja" dibatasi maknanya pada wilayah ekonomi dan sosial belaka, seakan-akan mengesankan adanya dikotomi antara yang duniawi (pasar, kerja) dengan yang ukhrawi (masjid, belajar). Kesan seperti itu tampak begitu kuat di kalangan Muslim sendiri.

Banyak orang menganggap bisnis hanyalah urusan dunia atau semata-mata sebagai suatu usaha untuk menghasilkan profit atau uang. Apakah kita lupa bahwa dalam berbisnis terbuka berbagai jalan untuk memasuki surga? Rasul kita yang mulia merupakan salah satu pebisnis yang paling unggul sepanjang sejarah. Kalau kita cermati lebih dalam, bisnis sebenarnya melayani orang lain. Pembeli adalah raja. Dalam pengertian yang lain, bisnis juga dapat diartikan memberikan tenaga, semangat, pikiran bahkan waktu kita untuk orang lain (pelanggan).

Sebagian pebisnis pemula sering memutar balikkan satu fakta kecil dan mengubah prinsip dalam berbisnis. Mungkin kita pernah mendengar  "Saya mencari uang melalui bisnis. Karena itu saya melayani". Hal ini dapat diartikan bahwa “ia memberi karena ia mendapatkan”. Hal inilah yang membuat mereka jarang maju dan jalan di tempat.

Bandingkan dengan satu konsep berikut "Saya melayani orang lain melalui bisnis. Karena itulah saya mendapatkan uang". Hal ini dapat dimaknai bahwa “ia mendapatkan karena ia memberi". Inilah satu paham yang disebut sebagai bisnis itu ibadah. Bukankah konsep ini sama dengan konsep zakat? Zakat yang kita bayar akan dilipatgandakan oleh Allah Swt. Dua hal yang sebenarnya sama tapi luput dari perhatian kita.

Ketika kita berfokus pada uang, maka kita cenderung mengabaikan pelayanan terhadap pelanggan. Tetapi ketika kita berfokus pada keuntungan pelanggan maka keuntungan akan datang kepada kita sebagai konsekuensi mutlaknya. Bukankah dalam prinsipnya,orang yang senantiasa menguntungkan orang lain selalu dicari orang lain? Bisnis adalah ibadah karena selalu merupakan perwujudan pengabdian kita kepada Allah dengan cara melayani orang lain.

Oleh karena itu, sesungguhnya dikotomi antara "kerja" dengan "belajar" tidak perlu terjadi. Karena, apabila kita menghayati ikrar kita secara mendalam pada proposisi "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" dalam surat Al-Fatihah, maka dunia kehidupan kaum Muslimin bernuansa ibadah yang sangat kental.

Wujud Universalitas Ekonomi Islam

Ekonomi Islam (syariah) dan perbankan syariah di mata seorang muslim, mungkin sudah biasa, meski dengan catatan: ada yang menerima, ada yang masih ragu-ragu. Namun, ketika seorang Paus Benediktus berbicara bahkan merekomendasikan sistem keuangan syariah itu, banyak orang terkejut.

Oktober 2008, masyarakat dunia dikejutkan oleh pernyataan pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Benediktus XVI. Dalam majalah Le Observatorio, Paus mengatakan bahwa negara-negara Barat harus belajar dari ekonom syariah. Sementara itu, menurut majalah HIDUP, surat kabar resmi Vatikan, L’Osservatore Romano, pada 3 Maret 2009 memuat pernyataan Paus Benediktus yang merekomendasikan sistem keuangan syariah. Sungguh aneh jika kalangan Katolik terkejut karena ternyata sistem keuangan Islam ini bersumber pula dari Kitab Perjanjian Lama. Disebutkan dalam Kitab Nehemia, Mazmur, Amsal, dan Yehezkiel, bahwa memungut bunga (riba) dilarang oleh Allah.

Berdasarkan berbagai sumber dari kitab-kitab tersebut, pendapat Paus Benediktus sepertinya wajar-wajar saja, bahkan sangat tepat. Meskipun demikian, menanggapi pernyataan tersebut, pendamping lembaga keuangan mikro, Joseph Tjandra Irawan, mengemukakan bahwa pernyataan Paus memang tidak serta merta supaya umat Kristiani dan Katolik segera menerima sistem ekonomi syariah dalam praktek ekonomi. Kejujuran dalam praktek ekonomi, ujar Tjandra, adalah aspek moral dari sistem keuangan syariah yang disorot oleh Paus Benediktus XVI. Namun setidaknya, perkataan Paus sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik menyadarkan umatnya bahwa sistem keuangan syariah layak dan benar untuk dilakukan.

Mereka pun Beralih ke Syariah
Dengan pernyataan positif dari berbagai kalangan mengenai perbankan syariah dan sistem keuangan Islam, tak heran, beberapa tokoh mulai beralih, merekomendasikan, bahkan menggunakan sistem ini. Sebut saja Menteri Keuangan Prancis, Christine Lagarde dan aktor bulutangkis terkenal, Susi Susanti.

Menurut Christine Lagarde, “Yang kita butuhkan saat ini adalah ekuitas, sistem bagi hasil, moralitas, beretika, dan realita, transaksi riil.”Sementara Susi Susanti, yang bernama lengkap Lucia Fransisca Susi Susanti, berujar, “Buat saya, bank syariah bukan hanya untuk muslim, tapi untuk semua kalangan. Mungkin di situ ada beberapa kelebihanlah, dibanding dengan bank-bank yang lain, soal bunga, dan fleksibel juga.” Bank Indonesia juga menyematkan Susi Susanti sebagai ikon bank syariah sebagai wujud universalitas perbankan syariah untuk semua kalangan.

Konsep ekonomi syariah yang kini mendunia memang sesuai dengan universalitas dan untuk semua kalangan. Apalagi jika dibenarkan oleh ajaran agama yang kita yakini. Klop sudah. Dengan demikian, sudah sewajarnya, jika kita beralih ke sistem keuangan syariah dan memanfaatkan layanan perbankan syariah.


Sumber:
http://ib.eramuslim.com/2010/03/05/bank-syariah-di-mata-paus-benediktus/
http://sampulhidup.wordpress.com/2009/09/30/ekonomi-syariah/

Mengelola Koperasi

Koperasi bukanlah badan usaha yang berupa kumpulan modal semata. Koperasi merupakan badan usaha yang unik karena dimiliki oleh banyak individu yang memiliki kesamaan visi, misi, dan didasari oleh jiwa kerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam operasinya, kebijakan-kebijakan yang diambil dalam koperasi dilakukan secara demokratis demi kepentingan untuk mencapai tujuan dan keinginan bersama.
Pada dasarnya, pengelolaan koperasi yang profesional adalah didasari oleh kemampuan pengurus atau manajemen koperasi untuk menjalankan keputusan dan kebijakan yang sudah dibuat secara demokratis dalam Rapat Anggota Koperasi dan ditunjang oleh pengawasan yang kontinu atas realisasi dan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut. Kemampuan manajerial dari pengurus atau manajemen koperasi sangat diperlukan untuk menjalankan usaha yang transparan dan mampu mengembangkan koperasi. Jadi pengurus atau manajemen koperasi harus mampu membaca dan melihat trend sehingga dapat mengikuti perkembangan usaha yang dinamis.

Secara sederhana pengelolaan koperasi tergambar pada tiga hal. Pertama, Dalam RAT disusun dan diputuskan mengenai program kerja, tujuan yang akan dicapai, pokok-pokok kebijakan yang harus dijalankan oleh pengurus dan atau manajemen, dan jumlah anggaran yang dibutuhkan. Kedua, Pengurus koperasi dan atau manajemen koperasi menuangkan pokok-pokok kebijakan menjadi "aturan main" yang harus diikuti oleh semua anggota koperasi tanpa terkecuali. Ketiga, Pangawas koperasi melakukan pengawasan  dan memberikan koreksi agar dalam implementasi kebijakan dan aturan main ini, pengurus dan atau manajemen koperasi sungguh-sungguh memegang teguh kebijakan yang sudah disepakati bersama sehingga tidak terjadi penyimpangan yang akan membahayakan operasional koperasi.

Selain tiga hal tersebut, pengurus atau manajemen koperasi haruslah belajar untuk terbuka kepada semua anggotanya baik dalam sistem kerja maupun laporan keuangan. Pengurus atau manajemen koperasi juga perlu memberikan pendidikan dan pelatihan kepada anggota koperasi untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota, pengembangan anggota, dan pengetahuan tentang bagaimana hidup berkoperasi yang baik dan benar. Demikian pula halnya, pengawas harus terbuka atas hasil pengawasan mengenai jalannya koperasi.

Pengelolaan koperasi seperti uraian di atas memang terlihat cukup sederhana, namun berat dalam implementasinya. Karenanya, perlu dukungan semua pihak (pengurus atau manajemen koperasi, pengawas, dan seluruh anggota koperasi).

Komentar Terakhir